Jumat, 23 September 2011

Rahasia Antara Anak, Ayah dan Kata-kata




Masih adakah para ayah yang mengerti kata-kata anak-anak mereka?

Ada dua jawaban untuk pertanyaan di atas. Pertama, ada sedikit ayah yang mengerti kata-kata anaknya. Para ayah ini asyik bermain dengan kata-katanya sendiri bahkan ketika mereka bersisian dengan anak-anak mereka. Selama ini semua kata-kata yang mereka keluarkan bukanlah milik mereka sendiri.

Kedua, ada mulai banyak ayah yang bekerja keras mengerti kata-kata anak-anak mereka. Inilah rombongan ayah yang sedang menuju khittah peran ayah sesungguhnya. Mereka mengakui bahwa anak-anak mempunyai kata-kata sendiri sesuai dengan zamannya.

Lantas, apa saja kiat untuk bisa mengenal, memahami dan memaknai setiap kata-kata anak?

Berhenti Mengeluarkan Kata-kata dan Mulai Bertanya
Berhentilah melontarkan terlalu banyak kata-kata ketika berdialog. Hangatkanlah percakapan dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang meminta anak untuk berbicara dan menjelaskan. Bukan pertanyaan tertutup yang hanya meminta respons ‘ya’ atau ‘tidak’.



Menyimak Secara Aktif
Sebagai penyimak aktif, ayah perlu menunjukkan bahwa ayah betul-betul berminat pada percakapan anak. Kunci ada pada usaha tulus dan ikhlas untuk menyerap apa yang anak katakan dan rasakan.

Menyimak (listen) tidak sama dengan mendengar (hear). Menyimak adalah usaha aktif untuk menyerap dan memahami fakta-fakta dan perasaan yang mendasari ucapan. Simaklah dengan telinga. Dengarkan dengan tubuh. Anggukkan kepala. Lihat kepada anak. Buka jarak dengan anak dan dorong ia secara verbal untuk terus berbicara.



Memberi dan Mengambil
Dengan latihan, percakapan sederhana dan mudah akan menjadi alami bagi ayah.
    Ada beberapa hal yang perlu ayah kembangkan dan perbaiki dalam percakapan dengan anak:
     - Ingin tahu dan tunjukkan kepedulian yang ikhlas pada anak.
     - Dorong anak agar berbicara dengan cara memberikan feedback kalimat secara tulus. 
    - Teruslah berbicara sampai ayah menemukan kesamaan minat, tujuan dan pengalaman, serta dapat berkomunikasi dengan semangat, pengetahuan, dan minat.
     - Bicaralah dengan jelas dan yakin. 
     - Kurangi kecepatan berbicara. 
     - Carilah info untuk selalu memperbaharui pengetahuan tentang apa yang terjadi pada anak saat ini. 

     Majalah Ummi No. 5/XXIII/September 2011 – Kolom Ummi Sahabat Ayah, oleh Irwan Rinaldi

     
  

Bentuk Diri Agar Pantas Dipinang



Majalah Ummi No. 5/XXIII/September 2011 – Kolom Bahasan Utama, oleh Didi Muardi




Komitmen Kuat Pada Ibadah Wajib
Lazim dengan ibadah-ibadah wajib adalah indikasi dari kematangan diri Muslim. Pernikahan adalah syariat maka penegakannya pun harus dengan fondasi keagamaan yang mapan. Dengan terawatnya ibadah-ibadah wajib, insya Allah ketika berumah tangga, anak kita akan lebih mudah diarahkan untuk beribadah. 

Maksimal Dalam Ibadah Sunah
Berkeluarga tentu akan menyita banyak waktu dan tenaga. Salah satu yang akan terkorbankan adalah waktu untuk melakukan ibadah-ibadah sunah seperti qiyamullail, tilawah Al-Qur’an, menghadiri kajian-kajian ilmu, dan lain-lain. Namun bila kita maksimal mengamalkannya, insya Allah setelah menikah, kita tidak meninggalkannya, walau mungkin ada sedikit penurunan. Lebih bagus lagi bila tetap sama kadar intensitasnya. 

Meningkatkan Kedewasaan
Seseorang disebut dewasa bila ia mampu mengatasi dan bertanggung jawab atas segala konsekuensi perbuatannya. Mampu mengedepankan rasio ketimbang emosi saat mengambil keputusan, serta mampu menerima realitas dan mendahulukan kebaikan bersama di atas kepentingan dirinya sendiri.

Cukup Ilmu
Cukup di sini bukan berarti boleh tidak belajar lagi, karena menuntut ilmu adalah proses sepanjang hidup. Cukup di sini adalah menyadari urgensi menikah dari segi syariat dan mempunyai cukup banyak informasi tentang pengalaman pernikahan orang lain atau dari seminar-seminar pengasuhan anak.

Terampil Mengatur Keuangan dan Urusan Rumah Tangga
Salah satu tugas penting istri adalah mengatur urusan rumah dan keuangan keluarga. Karena itu kemampuan ini perlu dipupuk sejak sebelum menikah. Tak harus sangat terampil, minimal ada keinginan untuk terus belajar. 




Hakikat Pasangan Hidup






Jika direnungkan, jodoh impian kita adalah sesuai dengan tingkat kedewasaan dan keimanan kita. Ada orang yang memimpikan mendapat suami yang ekonominya mapan karena ia sudah lelah menjalani hidup susah. Ada yang mengiba memohon kepada Allah dan meminta keadilan dari Allah supaya segera diberi jodoh tapi ikhtiarnya untuk menarik simpati Allah sangat sedikit. Maka tak heran jika Allah mengabulkan doa kita sesuai dengan kecenderungan sikap kita sendiri. 

Pernikahan juga jangan dibayangkan dengan hal-hal yang indah saja. Bagi yang demikian, ia akan kaget menghadapi luar biasanya ujian dalam rumah tangga. Jika kesiapan hakiki tidak dipupuk sejak awal menikah, tak heran jika kalimat “tidak cocok lagi” bisa tumbuh seiring dengan kedewasaan yang tak juga cepat terbangun setelah menikah. 

Padahal janji Allah itu pasti, “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sekadar sesuai kesanggupannya, “ (QS Al-Baqarah [2]: 286).

Di balik jodoh yang tak kunjung datang, sungguh terkandung hakikat – betapa Allah sangat sayang pada hamba-Nya, tidak ingin membuat kita yang belum siap menghadapi realita rumah tangga semakin terpuruk dengan ketidaksiapan kita. 

Dan di tengah kekacauan hubungan kita dengan pasangan, jangan berpikir, “mengapa suami selalu mengecewakan?” Tapi berpikirlah bahwa pasangan kita sesungguhnya bukan milik kita yang pantas kita bentuk semau kita. Ia adalah milik Allah yang tengah dijadikan sebagai sarana Allah untuk membuat kita layak mendapatkan surga-Nya, melalui berbagai ujian kesabaran yang mengiringinya. 

Maka jika suami kita adalah milik Allah dan niat menikah adalah betul untuk ibadah, kita tak akan terlalu banyak menuntut pada suami. Kebaikan kita untuknya pun tak harus mengharap balas. 

Sesungguhnya kematangan dan keimanan seseorang di ukur dari kemampuannya menyelesaikan masalah. Jadi, jangan bertanya kapan ujian ini berakhir melainkan kapan kematangan dan keimanan kita hadir? 

Majalah Ummi No. 5/XXIII/September 2011 – Kolom Bahasan Utama, oleh Meutia Geumala